Ketua Kompolnas yang juga Menko Polhukam, Mahfud MD dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR, LPSK dan Komnas HAM menyebut bahwa citra polisi di mata masyarakat sebenarnya masih bagus dan sangat perlu.
"Bapak kalau bicara potret polisi. Potret polisi itu sebenarnya di mata masyarkat memandang sangat bagus dan sangat perlu. Di mana itu? Hasil survei pak. Polisi itu terbaik nomor satu dari empat aparat penegak hukum. Tapi instusi pemerintahan, yang terbaik nomor satu itu TNI," kata Mahfud MD.
Mahfud MD kemudian menguatkan argumennya dengan mengutip dari ilmuwan asal Turki, Ibnu Taimiyah. Mahfud MD menyebut bahwa lebih baik memiliki polisi jelek dibanding sama sekali tidak memiliki polisi dalam satu malam.
"Sehingga saya ingin menutup ini dengan mengutip dan memodifikasi ilmuwan Islam, Ibnu Taimiyah. Dia bilang begini, 60 tahun kamu punya polisi jelek lebih baik dibanding satu malam tak ada polisi," ujarnya.
Baca Juga:Warga dan Polisi Bentrok di Kota Palopo
Kutipan Mahfud MD yang bersumber dari ilmuwan Islam ini tentu menjadi perdebatan di masyakat. Pasalnya, semenjak kasus pembunuhan Brigadir J, citra polisi tercoreng.
Sebelum heboh kasus pembunuhan Brigadir J, citra polisi pun banyak mendapat kritik dari masyarakat. Banyak video viral yang menunjukkan kelalukan sejumlah polisi menciderai tugas dan fungsinya sebagai pengayom masyarakat.
Pertanyaan berikutnya kemudian, apakah negara atau wilayah tanpa polisi menjadi lebih baik dibanding memiliki polisi jelek?
Citra buruk polisi di mata masyarakat tidak hanya terjadi di Indonesia sebenarnya. Di Amerika Serikat, publik sempat heboh dengan kasus pembunuhan George Floyd.
Publik Amerika Serikat bahkan sampai menyerukan Defund the Police. Gerakan yang mengkritik ketidakselarasan anggaran yang dikeluarkan negara untuk kepolisian, dengan jaminan keamanan untuk warga.
Di Indonesia juga sempat viral tagar #PercumaLaporPolisi. Tagar yang sampai saat ini kerap disuarakan publik di laman media sosial.
Tapi apakah berjalan masyarakat jika tidak ada polisi? Salah seorang ilmuwan politik Universitas Syracuse bernama Jenn Jackson punya teori soal 'menghapuskan polisi'
Menurut Jackson, institusi polisi bisa dihapus jika masyarakat membangun lembaga kepedulian antara sesama, lalu menggalang dana untuk disalurkan kepada komunitas-komunitas kecil yang terkena ketidaksetaraan struktural sebagai gantinya, ketimbang membayar pajak untuk menggaji polisi.
Pakar hukum dari Universitas Gerogetown, Christy Lopez kemudian menyebut bahwa tidak ada polisi sebagai upaya ulang menjamin keselamatan warga, serta menghapus ketergantungan kepada penegak hukum.
Menarik untuk melihat pernyataan dari Jenn Jackson soal bagaimana dana besar yang selama ini dialokasikan untuk polisi dialirkan untuk membangun sistem baru.
Di negara Swedia misalnya, sejak 2015, layanan panggilan darurat tidak lagi dipegang polisi. Namun diarahkan langsung kepada ahli-ahli, seperti tenaga kesehatan atau medis.
Pernyataan lebih keras disuarakan oleh Profesor sosiologi dari Brooklyn College Alex Vitale soal institusi kepolisian. Menurutnya, bentuk perubahan di masyarakat tidak akan berjalan jika masih ada institusi kepolisian.
Menurut Vitale, peran polisi selama ini hanya mendisiplinkan yang terpinggirkan. Lantas apakah ada negara yang berupaya membubarkan kepolisian?
Ya ada, negara itu ada Geogria. Pada 2004, Georgia yang dipimpin oleh Georgia Mikheil Saakashvil berupaya membubarkan institusi kepolisian di negara itu. Hal ini lantaran institusi kepolisian Georgia saat itu menjadi sarang korup dan bandit.
Georgia Mikheil Saakashvil tak main-main, ia membubarkan polisi lalu lintas di sana. Ribuan polisi dipecat dari pekerjaannya. Setelah itu, kepolisian dibangun ulang dari nol dengan personel terbatas dan seleksi super ketat.
Apa yang kemudian terjadi? Hasilnya pada survei 2010, kekerasan di Georgia berkurang sebanyak 66 persen sementara tingkat kriminalitas berkurang sebanyak 54 persen.